Feeds:
Pos
Komentar

LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT

Pengertian, Dasar Hukum, sejarah dan tujuan berdirinya

Pengertian Zakat

Zakat dari istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang – orang yang berhak. Legitimasi zakat sebagai kewajiban terdapat beberapa ayat dalam Al quran. Kata zakat dalam bentuk ma’rifat disebut 30 kali dalam Al qur’an, 27 diantaranya disebutkan dalam satu ayat bersama shalat dan sisanya disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat meskipun tidak dalam satu ayat. Diantara ayat tentang zakat yang populer adalah surat Al Baqarah ayat 110 : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.”

Zakat merupakan perintah Allah SWT yang diwajibkan kepada orang-orang yang beriman dan mampu atas harta yang mereka miliki yang tentunya telah mencapai nishab yang ditentukan syara’ bertujuan semata-mata untuk mensucikan diri dan harta mereka yang dapat disalurkan ke alokasi-alokasi yang telah ditetapkan dalam Al-qur’an :

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya untuk orang-orang faqir,orang-orang miskin, amil, para muallaf yang dibujuk hatinya,orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (At-taubah: 60)

“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (At-taubah: 103)

Dasar hukum

Dalam sebuah hadits tentang penempatan Muaz di Yaman. Nabi berkata : “ terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya.” Dalam beberapa ayat zakat diungkapkan dengan istilah sedekah. Sebenarnya sedekah berasal dari kata shidq yang berarti Benar. Qadhi Abu Bakar bin Arabi mempunyai pendapat yang sangat berharga tentang mengapa zakat dinamakan sedekah . ia menyebutkan kata sedekah berasal dari kata shidq, benar dalam hubungan denagn sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan.

Oleh karena itu , rasulullah bersabda , “ sedekah itu bukti “. Hadits ini bias dikategorikan sebagai sindiran kepada umat islam. Kebanyakan umat Islam membenarkan Al qur’an dan Al Hadits sebagai dasar hukum yang mengatur perilaku hidup muslim. Maka sedekah atau zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran – dengan keyakinan – dari umat Islam akan kebenaran Al qur’an dan Al Hadits.

Gerakan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat perlu didukung. Dukungan riil dari pemerintah sangat diperlukan sebagai justifikasi penerapan Undang – Undang ( UU ) No. 38 tahun 1998 tentang ketentuan pengelolaan zakat. Dalam bab I pasal 3 disebutkan bahwa : “ Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahiq, dan amil zakat. Begitu juga dalam bab III pasal 6 disebutkan : “Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah .”

Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1998 dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1998 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi system pengumpulan zakat, barang-barang yang kenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat.

Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:

1) Benda logam yang terbuat dan emas seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.

2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.

3) Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing.

4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.

5) Hasil pertanian termasuk budak dan hewan.

6) Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.

7) Barang temuan.

Zakat dijadikan ukuran fiscal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan. Hal ini juga akan memberi keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya suatu siklus perdagangan yang membahayakan.

Pemungutan zakat dimasa Rasulullah dan khulafaurrasidin menjadi bukti arti penting bagi pembangunan Negara. Sehingga tidak ada bagi para ulama yang meragukan keefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian, zakat merupakan usaha yang sangat efektif, efisien dan mempunyai daya guna untuk meningkat kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan umat islam pada masa itu.

Dalam Bab II pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

Prinsip-prinsip Pengelolaan Zakat

Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :

a. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.

b. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsure pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan.

c. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.

d. Prinsip Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.

e. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mamu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu mengunggu bantuan dari pihak lain.

Zakat disalurkan menurut ketentuan disalurkan kepada tujuh golongan, yaitu:

1. Fakir dan miskin, termasuk didalamnya biaya penyantunan orang-orang miskin di lembaga-lembaga sosial, panti-panti asuhan dan lembaga modal bagi fakir miskin agar mereka dapat berusaha secara produktif.

2. Kelompok amil (petugas zakat), termasuk biaya-biaya administrasi dan personel badan atau organisasi amil itu serta aktivitas yang dilakukannya untuk meningkatkan kesadaran berzakat di masyarakat.

3. Kelompok muallaf (orang yang baru masuk islam). Selain itu, diadakan dana untuk membantu penyatunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam disediakan juga dana untuk membiayai lembaga dakwah agama.

4. Memerdekakan budak belian, ditambah pengertian lain yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang, dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, penijon dan rentenir.

5. Kelompok gharimin atau kelompok yang berutang. Orang atau lembaga Islam yang jatuh pailit atau mempunyai tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik dan sah menurut hukum.

6. Fisabilillah, termasuk segala keperluan peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian, penerbitan buku-buku, majalah ilmiah.

7. Ibnu Sabil, orang yang terputus bekal perjalanan, termasuk segala usaha guna membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa, dan biaya-biaya ilmiah.

Perkembangan Pengelolaan Zakat dibeberapa Negara Muslim

Di beberapa Negara Muslim telah banyak mengembangkan tentang pengelolaan zakat, supaya dana zakat lebih bermanfaat dan berguna untuk semua masyarakat. Untuk itu, + yang berlangsung di Jeddah membahas tentang zakat saham. Saham yang dianggap sebagai bagian prosentetif dari modal usaha, dirasa perlu untuk dikeluarkan zakatnya oleh para pemegang saham.

Pada Muktamar yang pertama, telah menetapkan bahwa zakat saham itu diikat berdasarkan posisi saham sebagai milik satu orang tertentu dengan prinsip penyatuan modal yang disebutkan dalam As Sunnah. Sebagian ulama mengqiyaskan tentang penyatuan zakat saham dengan zakat binatang ternak yang dikelola secara kolektif dan hal ini berlaku untuk semua jenis harta.

Sedangkan pada muktamar yang kedua, telah menelorkan pendapat yang sama pada mayoritas ulama. Mereka tidak mengacu pada prinsip penyatuan modal, tapi melihat masing-masing modal investasi secara terpisah. Dalam perusahaan-perusahaandimana beberapa orang ikut andil untuk menanamkan investasi tidaklah dilihat secara kolektif dari seluruh modal dan keuntungan usaha. Maka harus dilihat modal masing-masing investor dengan keuntungan yang terpisah.

Setelah meneliti berbagai kajian yang sampai ke lembaga yang berkaitan dengan zakat perusahaan, pada akhirnya memutuskan :

pertama : zakat wajib dikeluarkan dari saham-saham para pemegangnya. Zakat itu dapat dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan mereka, kalau sudah ditetapkan pada peraturan dasar perusahaan atau ada SK dari pihak perusahaan sendiri atau sudah menjadi undang-undang Negara. Maka pada saat itu perusahaan harus mengurus pengeluaran zakatnya.

Kedua : pihak perusahaan mengeluarkan zakat dari saham –saham yang ada seperti seorang mengeluarkan zakat dari harta pribadinya. Dalam artian perusahaan menganggap semua modal saham para investor seprti modal sendiri. Maka zakat itu dikeluarkan berdasarkan keberadaan itu sebagi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, berdasarkan nishabnya dan jumlah yang harus dikeluarkan serta berbagai hal lain yang dijadikan syarat dalam zakat pribadi pada umumnya.

Kontribusi Zakat bagi Perekonomian Umat

Mengapa zakat dapat memberi nilai tambah? Hal ini dapat dikomparasikan dengan ilmu dan hukum ekonomi yang disebut dengan nilai tambah (Added value). Teori tersebut menyatakan meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi lemah, pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan perdagangan yang juga dapat meningkatkan bagi pihak produsen. Maka dengan pemerataan distribusi harta yang berupa zakat yang diterima golongan ekonomi lemah, yang selanjutnya digunakan dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.

Demikian pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat, yang secara ekonomi harta zakat itu akan berputar secara simbiosis antara orang kaya dengan orang miskin, dengan hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya (gol. Ekonomi lemah) dan perekonomian suatu negara umumnya. Zakat dapat memberi efek positif dari berbagai pihak (multiplier effect) yang akan menumbuh suburkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Tujuan dari zakat bagi kepentingan masyarakat :

Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang solidaritas sosial di kalangan masyarakat

Menangulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana

Menutup biaya-biaya yang timbul akibat konflik.

Menyediakan sesuatu dana taktis dan khusus.

Jika kita tinjau dari aspek Perekonomian, bahwa tidak ada unsur-unsur zakat yang menjadikan masyarakat melarat. Bahkan kalau kita telusuri lebih dalam lagi, bahwa zakat mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang makmur dan mengurangi tingkat kemiskinan.

Sebenarnya zakat dari sector non-produktif menghasilkan dana zakat yang lebih besar dari pada sector produktif. Dengan besarnya zakat di sector non-produktif diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya ke sector produktif. Dengan mengalihkan dana ke sektor produktif, maka input produksi akan meningkat ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah factor produksi, seperti meningkatnya jumlah tenaga kerja.

Disamping dapat mempengaruhi aspek ekonomi, zakat juga dapat mempengaruhi sector pemberdayaan sumber daya manusia. Zakat memberikan kontribusi yang tak kalah besarnya dengan pajak. Dengan adanya zakat mental para mustahik diharapkan dapat biasa menjadi seorang yang lebih maju dan tidak bergantung pada belas kasih orang lain. Berikut efek dari dana zakat :

Bersifat Pemberdayaan Ekonomi

Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang

Mustahik punya potensi, skill, wirausaha

Bersifat Pemberdayaan SDM

Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang

Mustahik punya potensi: cerdas dan atau bakat ketrampilan

Prospek kendala dan Strategi pengelolaan Zakat

Saat ini peran lembaga pengelola zakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun masih banyak kendala-kendala. Diantaranya :

a. Masih banyak masyarakat yang memahami bahwa zakat bukan merupakan suatu kewajiban dan pelaksanaanya dapat dipaksakan.

b. Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga dijadikan legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.

c. Di Indonesia sudah banyak lembaga zakat, namun terasa lembaga ini kurang efektif untuk mengakomodasi sumber-sumber zakat.

d. Keberadaan UU zakat belum sepenuhnya diimplementasikan. Hal ini disebabkan struktur birokrasi pemerintahan yang kurabf akomodatif terhadap keberadaan system islam dalam membangun system ekonomi Negara.

Adapun untuk menutupi kekurangan tersebut, maka kita perlu strategi yang tepat supaya zakat dapat terkumpul dan tersalurkan dengan mudah dan tepat, diantaranya :

  1. Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya diwilayah keagamaan saja, tetapi zakat perlu disampaikan ditempat-tempat umum.
  2. Adanya peningkatan tentang pemahaman tentang zakat yang sebenarnya.sebab kurangnya pemahaman masyarakat tentang zakat, maka tidak hanya melalui pendekatan agama saja, tapi juga dengan pendekatan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
  3. Perlunya peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga zakat, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dapat diawali dari keadaan seperti ini.
  4. Keberadaan UU tentang zakat memberikan banyak peluang untuk mendirikan atau membuka lembaga zakat sebanyak-banyaknya. Setidaknya UU ini menjadi legitimasi bagi umat Islam dalam mengembangkan lembaga zakat.

Perbedaan Zakat Dengan Pajak

Antara zakat dan pajak terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah:

ZAKAT

PAJAK

  • Merupakan kewajiban agama dan merupakasuatu bentuk ibadah.
  • Diwajibkan kepada seluruh umat islam saja disuatu Negara.
  • Kewajiban agama bagi umat islam yang harus dibayar dalam keadaan seperti apapun.
  • Sumbar dan besar zakat ditentukan berdasarkan kitab suci al-Qur’an dan Sunnah dan tidak boleh diubah oleh seseorang maupun pemerintah.
  • Butir-butir pengeluaran dan orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga dinyatakan oleh al-Qur’an dan Sunnah zaktat diperoleh dari orang berharta dan diterima kepada golongan yang ditentukan al-Qur’an dan al-Hadits.
  • Zakat dikenakan bukan terhadap uang saja tetapi juga terhadap barang-barang komersial, hasil pertanian, ternak, barang tambang, dan ornament.
  • Merupakan kebijakan ekonomi yang diterapkan untuk memperoleh pandapatan bagi pemerintah.
  • Dikenakan kepada seluruh masyarakat tanpa memepertimbangkan agama, maupun ras.
  • Dapat ditangguhkan oleh pemerintah yang berkuasa.
  • Besarnya pajak dapat diubah dari waktu ke waktu berdasarkan keperluan pemerintah suatu Negara.
  • Pembelanjaan pajak biasa dapat diubah atau dimodifikasi menurut kebutuhan pemerintah.
  • Pajak biasa memberikan manfaat kepada orang kaya sekaligus kepada orang miskin.
  • Pajak dikenakan terhadap uang.

Obyek zakat tidaklah sama dengan obyek pajak. Yang merupakan obyek zakat adalah harta kekayaan yang dimiliki seorang muslim yang sudah sampai pada nisabnya. Maka dia wajib untuk mengeluarkan sebagian dari harta tersebut dan memberikannya kepada orang-orang miskin atau mereka yang berhak menerimanya sesuai dengan syari’at.

Sedangkan yang menjadi obyek pajak adalah sesuai pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan tahun 2000 yang berbunyi : “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

HIKMAH ZAKAT

Dari berbagai hikmah zakat yang ada, beberapa hikmah zakat dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa.

2) Pilar amal jama’I antara aghniya dengan para mujahid dan da’I yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT .

3) Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.

4) Alat pembersih harta dan panjagaan dari ketamakan orang jahat.

5) Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.

6) Untuk pengembangan potensi umat.

7) Dukungan moral kepada orang yang baru masuk islam.

8) Menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.

9) Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhu’afa yang lemah papa dengan materi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

10) Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang miskin yang tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan kepada mereka, sementara disekitarnya orang-orang kaya berkehidupan cukup, apalagi mewah.

11) Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

12) Dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan islam yang yang berdiri atas prinsip-prinsip: ummatan wahidan (umat yang satu), musawah (persamaan derajat, hak, dan kewajiban), ukhuwah islamiyah (persaudaran islam), dan takaful ijli’ma (tanggung jawab bersama).

13) Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil serta serakah.

14) Zakat adalah ibadah amaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam dan pengikat persatuan umat dan bangsa.

15) Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir dan batin.

REFERENSI

Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, EKONISIA, Yogyakarta : Januari, 2003. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.

Prof. Dr. Abdullah al Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta : Maret, 2004. Cetakan I.

Drs. H.M. Djamal Doa. Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta, Nuansa Madani, Jakarta : Juli, 2001. Cetakan I.

Prof. H. A. Djahuli dan Drs. Yadi Janwari M.Ag. Lembaga – Lembaga Perekonomian Umat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta : September, 2002. Cetakan I.

KH. Abdullah Zaky Al Kaaf. Ekonomi dalam Perspektif Islam, CV. Pustaka Ceria, Bandung : Maret, 2002. Cetakan Pertama.

MANFAAT SISTEM INFORMASI BAGI PEREKONOMIAN

Banyak sekali yang akan kita dapatkan dalam penggunaan system informasi yang telah dipergunakan dan diciptakan oleh para ahli iptek. Maka hal ini tidak boleh kita sia – siakan kesempatan yang telah mereka berikan untuk perkembangan dan kemajuan perekonomian baik dalam negeri maupun internasional.

Maka kita sebagai ekonom islam haruslah mempergunakan kesempatan ini dengan sebaik mungkin. Sebab dengan datangnya era globalisasi memungkin seseorang untuk bebas berkarya untuk meningkatkan kualitas diri mereka.

Sistem informasi merupakan alat yang sangat canggih dan berguna untuk meningkatkan kualitas perekonomian suatu negara. Sekarang ini, negara yang mampu bersaing dengan negara lain adalah negara yang berhasil dalam memanage sistem informasi di dalam negara tersebut, tidak terkecuali sistem informasi tentang perekonomian di negara tersebut..

Ada beberapa manfaaat yang didapatkan dari keunggulan sistem informasi,diantaranya adalah :

  • Memudahkan masyarakat atau negara dalam bertransaksi dengan masyarakat yang berbeda negara.
  • Memudahkan dalam bertransaksi karena prosesnya yang begitu cepat.
  • Seseorang yang melakukan transaksi dapat dengan mudah memilih barang yang mereka inginkan tanpa harus datang kepada sang pembeli
  • Memudahkan seseorang dalam proses pembayaran barang yang telah mereka pesan, sebab provider telah menyediakan sarana pembayaran dengan payment gateway

Inilah gambar proses pembayaran melalui payament gateway

Konsep Harta dalam Aspek Ekonomi

Dalam ilmu ekonomi baik pada konsep Islam maupun Konvensional, telah jelas bahwa harta merupakan objek utama dalam pembahasan ilmu ekonomi. Sudah begitu jelas posisi harta dalam kehidupan manusia merupakan pokok kehidupan. Hata memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perilaku manusia dalam melakukan kegiatan produksi dan konsumsi. Harta juga dapat menjaga berlangsung kehidupan si pemilik harta tersebut dan dapat menjamin berlangsungnya kehidupan secara luas.

Dalam islam telah meyakini bahwa allah SWT memberikan rizkiNya pada seluruh umatnya tidak merata. Sebab Allah memberikan rizki dengan masing – masing. Maka oleh karena itu, dibutuhkan interaksi dalam distribusi harta – harta yang telah diterimanya dari Allah.

Hasan Al Banna dalam kajian ekonominya mengungkapkan bahwa harta itu sendiri tidak memiliki nilai apa-apa dari dzatnya. Nilai harta ditentukan oleh apa yang dihasilkannya, jika harta itu mendatangkan kebaikan maka akan mendatangkan pula kebaikan pada si pemilik harta. Begitu pula sebaliknya, jika harta itu menghasilkan kejahatan, maka akan menghasilkan kejahatan pula bagi pemiliknya. Dengan begitu, Hasan Al Banna memposisikan harta sebagai alat atau cara untuk memperoleh sesuatu.

Dr. Yusuf Qardhawi mwnyebutkan bahwa harta itu memiliki definesi sebagai kebaikan, perhiasan dan pokok kehidupan bagi manusia. Harta secara harfiah dapat menjauhkan manusia dari kondisi kemiskinan, yang tidak secara langsung memastikan potensi manusia untuk jauh dari kecenderungan dari aktivitas kufur. Akan tetapi kecintaan yang terlalu besar pada harta membuat manusia khilaf dalam mengelola harta tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah memberikan tuntunan kepada semua umat manusia tentang bagaimana cara menyikapi harta dalam kehidupan sehari-hari. Beliau juga tidak memberikan kebebasan yang mutlak dalam berinteraksi dengan harta, tapi memberikan kondisi-kondisi yang kemudian mampu menjaga dari segala bentuk negative.

“ Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah jauh lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan miskin, kemudian menjadi beban kepada orang lain.” ( HR. Bukhari dan Muslim ).

Bentuk penyikapan manusia terhadap harta atau sumberdaya ekonomi secara garis besar terbagi menjadi tiga hal , diantaranya adalah aktivitas mencari harta, mengelola harta dan membelajakan harta. Dari penyikapan inilah akan menimbulkan implikasi pada harta yang berupa pengembangan pada harta, pertukaran harta dan pendistribusian harta.

Menurut pendapat Ibnu Khaldun, aktivitas penyikapan harta dalam islam memandang eksistensi harta yang ada ditangan seorang individu. Ibnu Khaldun menggunakan konsep rizki dan keuntungan, dimana rizki adalah semua harta yang telah digunakan, namun jika ada harta yang belum digunakan maka belum termasuk rizki. Maksud Ibnu Khaldun dalam hal ini adalah bahwa harta akan dilihat memilik atau memberikan manfaat ketika memang digunakan, namun bukan hanya digunakan oleh seorang pemilik tapi juga dapat digunakan oleh orang lain atas wewenang dari pemiliknya. Denga asumsi bahwa harta tersebut tidak memiliki hambatan untuk berputar pada semua pelaku ekonomi, maka hal ini akan menimbulkan keuntungan bagi peekonomian.

Konsep keuntungan yang dikemukakan Ibnu Khaldun bahwa keuntungan dari usaha kerja yang dilakukan seseorang akan berfungsi sebagai sumber penghidupan, ketika besarnya keuntungan tersebut maka akan membantu untuk kepentingan yang lainnya.

Mencari harta

Motif utama dari manusia dalam mencari harta adalah untuk memenuhi kebutannya sendiri. Mencari harta dapat dilakukan dengan cara berproduksi atau melakukan aktivutas jual-beli. Namun dalam islam aktivitas mencari harta dilakukan dengan nuansa motif dari dalam diri manusia yang hendaknya diawali dengan rasa keterikatan pada Allah SWT. Dalam mencari harta tidak lepas dari etika – etika yang menjadi rujukan manusia dalam melakukan aktivitas, khususnya dalam ekonomiagar segala sesuatu yanag dilakukan tidak keluar dari jalur-jalur islam.

Dalam mencari harta, islam mengungkapkan bahwa aktivitas jual – beli merupakan aktivitas utama yang dapat dilakukan. Bagi mereka yang meiliki sejumlah harta dapat diinvestasikan hartanya. Sedangkan yang tidak menpunyai akses pada aktivitas pencarian harta tadi, Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan minimal mereka, atau dengan memberikan kesempatan untuk dapat mengakses aktivitas tadi.

Mengelola Harta

Mengelola harta dalam hal ini adalah bagaimana menusia menyikapi harta yang telah ada di tangannya. Ketika harta telah ada pada tangan manusia, maka manusia dituntut untuk dapat menegola harta tersebut dengan bijaksana. Dalam islam pengelolaan harta harus dilakukan dengan sebaik mungkin, karena dapat menjauhkan diri manusia dari kondisi kefakiran. Sebab jika kondisi ini terjadi akan meningkatkan potensi mereka untuk melakukan hal-hal yang merugikan bagi orang lain.

Disamping pengelolaan harta yang baik, hal ini juga mempunyai pengaruh pada tingkat sosial yang memperhatikan kepentingan umum. Aktivitas yang pengelolaan harta juga memperhatikan factor – factor sosial yang menjadi parameter prioritas keputusannya. Sebagi contohnya kemana harta tersebut diinvestasikan, dibidang apa, membantu masyarakat mena dan sebagainya.

Maka dengan demikian pengelolaan harta dalam islam dilakukan dengan mempertimbangkan bebrapa hal :

    1. kemaslahatan masyarakat secara luas
    2. dengan cara – cara yang telah disyari’atkan oleh agama islam
    3. harta tidak menjadi tumpuan perhatian

Dalam implikasinya, hal – hal yang dapat dilakukan dalam mengelola harta adalah beraktivitas jual beli termasuk sewa-menyewa, investasi dan menyimpan. Dengan jual beli dan investasi masyarakat dapat mengembangkan hartanya dan juaga memberikan kesempatann pada masyarakat lain untuk dapat mengembangkan harta – harta mereka.

Membelanjakan harta

Untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya, ketika manusia telah memiliki harta maka yang akan dilakukannya adalah mengeluarkan harta tersebut. Dalam konteks aktivitas ekonomi modern, hal tersebut adalah membelanjakan sebagian harta yang mereka miliki baik yang bersumber dari pendapatan regular maupun yang dari simpanannya.

Dalam membelajkan harta, seseorang hendaknya ada dalam batasan yang dianjurkan oleh syari’ah. Tidak boleh bermewah – mewahan dan berhemat dalam mengeluarkannya. Namun islam melarang untuk tidak kikir atas harta yang telah dimilikinya. Artinya manusia dituntut untuk bisa berhati – hati dalam berkonsumsidan membelanjakan hartanya demi kepentingan mayarakat sosial.

Dalam analisa makro ekonomi, kegiatan belanja ( konsumsi ) meryupakan variable yang sangat positif bagi kinerja perekonomian. Ketika perekonomian mengalami kelesuan, maka kebijakan utama yang diambil adalah bagaimana cara untuk dapat mengerakkan ekonomi dengan meningkatkan daya beli mesyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemapuan daya beli masyarakat menjadi suatu kebijakan ekonomi.

Yusuf Qardhawi menyebutkan batasan – batasan dalam pembelenjaan harta dalam islam menjadi dua hal :

a. batasan pertama adalah batasan terhadap barang yang memang haram dalam islam untuk dimanfaatkan.

b. Batasan yang kedua adalah batasan belanja yang sifatnya untuk pemborosan dan bermewah – mewahan.

Maka satu hal yang membedakan perekonomian antara islam dengan konvensiaonal adalah adanya instrument yang bersifat sosial dalam islam dan dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Sementara dalam konvensional, melihat harta sebagai sebuah asat yang dipergunakan untuk terus diperbanyak berdasarkan tujuan kepuasan individu. Meskipun antara Islam dan konvensional sama – sama mengakui hak-hak kepemilikan, tapi nilai- nilai moral islam yang membuat keduanya berbeda. Islam memandang segala sesuatu yang ada di dunia ini termasuk harta pada haikatnya adalah milik Allah SWT semata. Sehingga harta menjadi sebuah tanggung jawab yang sangat besar bagi yang memilikinya.

EKONOMI ISLAM SEBAGAI MODEL ALTERNATIF

PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

(Penerapan Bank Syariah)

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Fenomena perekonomian dunia telah berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman dan perubahan teknologi informasi yang berkembang pesat. Banyak nilai-nilai baru yang dibentuk namun sulit untuk menentukan mana yang benar dan mana salah, sehingga terkadang membawa kebaikan namun adakalanya menyesatkan. Globalisasi ekonomi yang diwarnai dengan bebasnya arus barang modal dan jasa, serta perdagangan antar negara, telah mengubah suasana kehidupan menjadi individualistis dan persaingan yang amat ketat.

Dalam tataran perekonomian dunia, telah terjadi pula kesenjangan ekonomi yang dialami oleh negara miskin dan negara kaya, serta munculnya jurang kesenjangan antara masyarakat miskin dan masyarakat kaya yang semakin besar. Bangsa Indonesia saat ini berada dalam krisis ekonomi yang ditandai dengan beban utang luar negeri yang besar, sampai dengan akhir tahun 2001 utang luar negeri mencapai 138 milyar dollar AS yang terdiri dari utang pemerintah 74,56 milyar dollar (53,9%) dan 63,44 milyar dollar (46,1%) adalah utang swasta. Sistem ekonomi kapitalis membuat bangsa Indonesia terseret dalam putaran keuangan kapitalis yang dahsyat, ibarat badai tornado yang memporakporandakan semua benda dan bangunan yang dilaluinya.

Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian pula dunia Islam lainnya menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total seperti yang ditegaskan Allah SWT.

Sangat disayangkan dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena yang pertama adalah dunia putih, sedangkan yang kedua adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena banyak kalangan melihat Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat pembangunan. Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Syafi’I Antonio, 2001).

Ketidakseimbangan ekonomi global, dan krisis ekonomi yang melanda Asia khususnya Indonesia adalah suatu bukti bahwa asumsi diatas salah total bahkan ada sesuatu yang tidak beres dengan sistem yang kita anut selama ini. Adanya kenyataan sejumlah besar bank ditutup, di-take-over, dan sebagian besar lainnya harus direkapitulasi dengan biaya ratusan trilliun rupiah dari uang negara yaitu sekitar 635 triliun rupiah, maka rasanya amatlah besar dosa kita bila tetap berdiam diri dan berpangku tangan tidak melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Sekarang saatnya kita menunjukkan bahwa muamalah syariah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing) dalam profit dan risk dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Sekaligus pula membuktikan bahwa dengan sistem perbankan syariah, kita dapat menghilangkan wabah penyakit negative spread (keuntungan minus) dari dunia perbankan.

I.2. Rumusan Permasalahan

Dari latar belakang diatas menyangkut perkembangan perekonomian di Indonesia khususnya perbankan nasional, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

  1. Bagaimana model ekonomi Islam dapat diterapkan di Indonesia ?
  2. Bagaimanakah bank syariah bertindak sebagai lembaga perantara dalam perekonomian Indonesia?

    1. Tujuan dan Kegunaan Tulisan

– Tujuan

        1. Untuk mengetahui bagaimana model ekonomi Islam diterapkan di Indonesia.
        2. Bagaimana bank syariah bekerja sebagai lembaga perantara.

– Kegunaan :

              1. Untuk memenuhi tugas kelompok V mata kuliah Falsafah Sains di IPB Bogor sm.2 tahun 2002 dibawah bimbingan dosen Prof.Rudy C. Tarumingkeng Ph.D
              2. Untuk pengembangan model ekonomi Islam sebagai model ekonomi alternatif di Indonesia.

BAB II. SISTEM PERBANKAN SYARIAH


2.1. Perkembangan Bank Syariah

Sejak awal kelahirannya bank syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam Modern: neorevivalis dan modernis, tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini, tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara non-konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.

Berdirinya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada awal periode 1980-an bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar lembaga tersebut dapat dibagi dua kategori: bank Islam komersial, dan lembaga investasi dalam bentuk international holding companies.

Perkembangan bank syariah dipelopori oleh Pakistan, pada tahun 1979 sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Investment, House Building Finance Co, dan Mutual Funds of the Investment Corporation of Pakistan. Pada tahun 1985 seluruh sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah. Sedangkan di Mesir bank syariah pertama yang didirikan adalah Faisal Islamic Bank pada tahun 1978, kemudian diikuti Islamic International Bank for Investment and Development Bank ini beroperasi sebagai bank investasi, bank perdagangan, maupun bank komersial. Sementara di Malaysia, Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) yang didirikan tahun 1983 merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara.

Di Indonesia bank syariah didirikan pertama kali pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada awal berdirinya keberadaan bank syariah belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Kemudian setelah UU No.7/1992 diganti dengan UU No.10 tahun 1998 yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, maka bank syariah mulai menunjukkan perkembangannya. Undang-undang ini pula memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversikan diri menjadi bank syariah.

2.2. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Disamping adanya beberapa persamaan antara bank konvensional dan bank syariah, terdapat pula perbedaan yang cukup mendasar antara lain: aspek legal, dan usaha yang dibiayai. Dalam aspek legal di bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sedangkan aspek bisnis dan usaha yang dibiayai, dalam bank syariah tidak dimungkinkan membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Hal yang yang harus dipastikan:

Apakah obyek pembiayaan halal atau haram?

Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?

Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?

Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

Secara umum perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional, serta perbedaan antara bunga dan bagi hasil disajikan dalam tabel berikut:

Tabel1. Perbandingan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional

Bank Syariah

Bank Konvensional

1

Investasi yang halal

1

Investasi halal & haram

2

Prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa

2

Memakai perangkat bunga

3

Profit dan falah oriented

3

Profit oriented

4

Hubungan kemitraan

4

Hubungan debitor-kreditor

5

Penghimpunan dan penya-luran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

5

Tidak terdapat dewan sejenis

Tabel 2. Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil

Bunga

Bagi Hasil

1

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

1

Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman pada kemungkinan untung & rugi

2

Besarnya persentase untung berdasarkan modal yang dipinjamkan

2

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah untung yang diperoleh

3

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan lainnya

3

Bagi hasil bergantung pada keuntungan atau kerugian proyek yang dijalankan

4

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat

4

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pen-dapatan.

5

Eksistensi bunga diragukan

5

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil


2.3. Bunga dan Riba

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah. Namun yang dimaksud riba yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah, dan yang dimaksud dengan transaksi pengganti yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti: transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil.

Teori bunga dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu : (i) teori bunga murni, dan (ii) teori bunga moneter. Teori bunga murni, terdiri dari : teori bunga klasik, teori bunga tahan nafsu, teori bunga produktivitas, dan teori bunga Austria. Sedangkan teori bunga moneter terdiri dari : teori bunga tentang dana yang dapat dipinjamkan, dan teori bunga Keynes.

Menurut Smith, bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh debitor kepada kreditor sebagai balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari uang pinjaman tersebut. Ekonom ini percaya bahwa akumulasi kapital uang sebagai akibat dari penghematan, dimana penghematan ini tidak dapat dilaksanakan tanpa mengharapkan balas jasa atas pengorbanannya. Karena itulah bunga sebagai balas jasa atau perangsang tabungan.

Sedangkan pendekatan Keynes terhadap teori bunga sering dikenal sebagai pendekatan persediaan (stock), Keynes berpendapat bahwa bukan tingkat bunga, tapi tingkat pendapatan yang menjamin untuk menyamakan tingkat tabungan dengan tingkat investasi. Dengan kata lain bunga merupakan balas jasa untuk tidak membelanjakan uang atau untuk tidak menyimpan uang dalam bentuk uang kas.

2.4. Riba Dalam Perspektif Agama dan Ekonomi

Kita akan menganalisis bunga dengan beberapa implikasinya. Banyak pendapat mengenai bunga, pertama alasan menahan diri (abstinence) yang menegaskan ketika kreditor menahan diri, ia menangguhkan keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain. Namun dalam kenyataannya kreditor hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia gunakan sendiri atau uang yang berlebih dari yang ia perlukan dengan demikian sebenarnya ia tidak menahan diri atas apapun.

Ada anggapan bunga sebagai imbalan sewa yang didasarkan dari rumusan yang menempatkan posisi rent, wage, dan interest. Rumus ini menunjukkan bahwa padanan rent (sewa) adalah aset tetap dan aset bergerak, sedangkan interest (bunga) padanannya uang. Hal ini tentu tidak tepat karena uang bukan aset tetap, karena itu menuntut sewa uang tidak beralasan.

Modal sering juga dipandang mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah, dengan semikian kriditor layak untuk mendapatkan imbalan bunga. Dalam kenyataanya modal menjadi produktif bila digunakan untuk bisnis yang mendatangkan keuntungan, sedang bila digunakan untuk konsumsi modal sama sekali tidak produktif.

Anggapan lain bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang di waktu yang akan datang. Benarkah demikian? Mengapa banyak oarng tidak membelanjakan seluruh pendapatannya sekarang tetapi menyimpannya untuk keperluan pada masa yang akan datang? Secara prinsip Islam mengakui adanya nilai dan berharganya waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap, hal ini karena hasil nyata dari optimalisasi waktu itu adalah variabel.

Inflasi dipahami sebagai meningkatnya harga barang secara keseluruhan, dengan demikian terjadi penurunan daya beli uang atau decreasing purchasing power of money. Karena itu menurut penganut paham ini pengambil bunga uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan. Argumentasi ini sangat tepat bila dalam perekonomian yang terjadi hanya inflasi saja tanpa deflasi atau stabil.

2.5. Prinsip Dasar Perbankan Syariah

2.5.1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadi’ah)

Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Pada dasarnya penerima simpanan adalah yad al-amanah (tangan amanah) artinya tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal ini bukan karena kalalaian penerima dalam memelihara barang titipan. Akan tetapi dalam aktivitas perekonomian modern penerima simpanan tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya harus memenita izin dari penitip untuk kemudian mempergunakan asetnya dengan menjamin akan mengembalikannya secara utuh. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.

Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan titipan atau simpanan tersebut untuk tujuan: giro dan tabungan berjangka. Konsekuensi dari tangan penanggung ini (bank), semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank, demikian juga bank adalah penanggung seluruh kumungkinan kerugian. Sebagai imbalan penyimpan memperoleh jaminan keamanan terhadap asetnya juga fasilitas giro lainnya. Bank tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentase secara advance, tetapi merupakan kebijakan dari manajemen bank.

2.5.2. Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing)

Secara prinsip dalam perbankan syariah yang paling banyak dipakai adalah akad utama: al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.

Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian tersebut akibat kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

BAB III. MODEL EKONOMI ISLAM, PERANAN BANK SYARIAH DAN PEMULIHAN EKONOMI INDONESIA

3.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi lainnya seperti :

  1. Dalam ekonomi, berbagai jenis sumberdaya dipandang sebagai pemberian tuhan atau titipan Tuhan kepada menusia guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia dan di akhirat bukan seperti ekonomi kapitalis untuk kepentingan diri sendiri (self interest principle).
  2. Islam mengakui hak pribadi namun harus dibatasi oleh Pertama, kepentingan masyarakat, Kedua Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh dari suap, rampasan, kecurangan, pencurian, perampokan, penipuan dalam timbangan atau ukuran, pelacuran, produksi dan penjualan alkohol, bunga, judi, perdagangan gelap, usaha yang menghancurkan masyarakat.
  3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama, suka sama suka. Jiwa kerjasama ini adalah mencari keuntungan yang wajar, tanpa perubahan ongkos maka harga barang hanya sebagai akibat prinsip kelangkaannya.
  4. Al-qur’an : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu …. “ (Q4 : 29). Arti ayat ini adalah bahwa kepemilikan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produksi nasional supaya harta itu jangan berputar di sekitar orang-orang kaya saja.
  5. Dalam ekonomi penganut pasar bebas, pemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli. Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya drencanakan untuk kepentingan orang banyak. Rasulullah bersabda “Masyarakat punya hak sama untuk air, padang rumput dan api, bahan tambang bahkan bahan makanan harus dikelola oleh perusahaan negara”.
  6. Seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari penentuan seperti dalam Al-qur’an : “Dan takutilah hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diberi balasan dengan sempurna usahanya (amal ibadahnya). Dan mereka tidak teraniaya. “ (Q2:281).

3.2. Prinsip Distribusi dalam Ekonomi Islam

Setiap muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisbah) diwajibkan membayar sebagian hartanya untuk orang miskin dan orang yang memerlukan. Pengeluaran tersebut pajak keagamaan yang disebut zakat. Ketentuan pendistribusian zakat tersebut tidak dapat diubah. Pihak-pihak penerima zakat tersebut dapat diuraikan secara detil kepada :

  1. Orang Miskin

orang tua atau orang cacat yang tidak memperoleh pendapatan untuk keperluan sehari-hari.

  1. penganggur yang belum memperoleh pendapatan, pengungsi yang menghindari penindasan di negara asalnya.
  2. Orang yang membutuhkan.
  3. Seseorang yang tidak cukup pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
  4. Petugas Pengumpul Zakat

termasuk didalamnya pengumpul, pesuruh, pencatat, pembagi, penyimpan dan pemegang buku yang terlibat dengan pengumpulan zakat.

  1. Golongan Muallaf

orang yang baru masuk Islam yang memerlukan bantuan dan dorongan kehilangan kekayaan.

7. Memerdekakan budak

8. Orang yang berhutang

Zakat digunakan untuk membantu orang yang berhutang bila pengutang tidak mempunyai kekayaan untuk melunasinya.

9. Orang yang Menempuh Bekerja karena Allah

termasuk kedalamnya anak sekolah, buku, tempat tinggal dan pakaian.

10. Orang dalam Perjalanan

    1. Model Ekonomi Islam

1. Fungsi Daya Guna seorang Konsumen Muslim

U = f (x1, x2,…xn; y1, y2, ym ; G)

Dimana G adalah pengeluaran untuk sedekah.

Konsumen non muslim dapat mengkonsumsi jenis barang yang tersedia x1,x2,….,xn, namun konsumen muslim dibatasi mengkonsumsi alkohol, daging babi dan berjudi x1,x2,…,xk; dimana k<n.

2. Seorang muslim dilarang menerima atau membayar bunga dari berbagai pinjaman untuk barang tahan lama, bunga yang terkandung didalamnya harus dikeluarkan bunga diganti dengan ongkos yang disebut dengan bagi keuntungan (profit shering) seperti mobil mewah, rumah mewah, barang-barang elektronik dan sebagainya, karena bahaya akan dililit hutang yang berlipat ganda (contoh : sebuah mobil baru dibeli kontan Rp 100 juta, namun dengan kredit 4 tahun, d/p Rp 10 juta dengan sistem cicilan, hutang menjadi Rp 150 juta, sedangkan mobil yang dibeli setelah 4 tahun dijual hanya laku Rp 70 juta berarti sipembeli harus bersedia dililit hutang Rp 80 juta karena ingin membeli mobil dengan sistem kredit, hitungannya (sistem kredit Rp 150 – kontan Rp 100) + (harga baru Rp 100 – harga 4 tahun Rp 70), setelah itu model terbaru dipromosikan dengan sangat menggoda dengan harga Rp 200 juta (harus bersedia menambah hutang Rp 130 untuk beli mobil baru lagi). Begitulah seterusnya sehingga hutang menjadi sangat besar.

  1. Keseimbangan Konsumen Muslim

U = f (x1, x2,…xn; y1, y2, ym ; G)

Dengan kendala

G + ∑ (Pj x j) + ∑ (liyi) < (1 – ∝) M

Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan syarat Kuhn-Tucker.

4. Aturan Main Sebuah Perusahaan Islam

Perusahaan Islam harus dapat mencapai tingkat keuntungan yang wajar guna mempertahankan kegiatan usahanya. Fungsi daya guna merupakan fungsi dari jumlah keuntungan dan jumlah pengeluaran untuk sedekah, dengan kendala keuntungan setelah pembayaran zakat.

Formulasi matematika pemikiran diatas adalah :

Y = f (F, G)

Dimana :

F = tingkat keuntungan

G = pengeluaran untuk sedekah.

Dengan anggapan M adalah keuntungan maka fungsinya adalah :

M = R – C – G

R = pendapatan total

C = ongkos produksi

G = sedekah

5. Peranan Bursa Efek dan Kelemahannya

    1. Non Islam
  • Memungkinkan penabung untuk berpartisipasi pada kegiatan bisnis yang menguntungkan
  • Memungkinkan para pemegang saham untuk memperoleh likuiditas dengan menjual saham dan obligasi pada perusahaan bisnis di pasar modal.
  • Memungkinkan kegiatan bisnis untuk mendapatkan dana dari pihak luar
  • Memungkinkan kegiatan bisnis untuk memisahkan operasi bisnis dan ekonomi dari kegiatan keuangan.

    1. Bursa efak Islam
  • Bursa efek diorganisisr untuk menyediakan dua pasar yang berbeda dalam konsep yaitu :

1). Pasar penerbitan efek baru (pasar perdana)

2). Pasar sekunder yang memungkinkan pemegang saham untuk memperjualbelikan saham-saham yang telah ada.

Dengan demikian bursa efek dalam ekonomi Islam harus melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Memungkinkan para penabung berpartisipasi penuh pada pemilikan kegiatan bisnis dengan meperoleh bagian dari keuntungan dan resikonya.

b. Memungkinkan para pemegang saham mendapatkan likuiditas dengan menjual saham sesuai dengan aturan bursa efek.

    1. Memungkinkan kegiatan bisnis meningkatkan modal dari luar untuk mebangun dan mengembangkan lini produksinya.
    2. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar non Islam.
    3. Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

3.4. Peranan Ekonomi Islam dalam Mencegah Krisis Ekonomi

Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat suatu simulasi atau pemisalan jika model ekonomi Islam diterapkan semenjak 1980 di Indonesia, maka ada hal-hal yang dapat diatasi yaitu :

a. Sistem ekonomi Islam dapat menjamin distribusi ekonomi yang lebih adil dan merata.

  1. Dapat memperkecil hutang Indonesia terutama himpitan bunga dan tambahan pokok pinjaman sebab sistem ekonomi Islam adalah bagi hasil
  2. Dapat mencegah penyelewengan BLBI dan korupsi.
  3. Dapat mencegah gejolak moneter dan melemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika pada krisis moneter tahun 1998 sebab dalam Islam uang tidak boleh diperjualbelikan.
  4. Dapat mencegah spekulasi yang menguntungkan pihak tertentu.
  5. Dapat mencegah penumpukan hutang yang amat besar pada tahun 2001 mencapai sekitar Rp 1400 triliun.

Untuk melihat skenario bagaimana model ekonomi Islam dapat mengatasi krisis ekonomi di Indonesia dapat dilihat data dan grafiknya pada lampiran tulisan ini.

3.5. Peran Bank Syariah Dalam Melaksanakan Fungsi Intermediasi Perbankan.

Secara umum tujuan utama bank Islam adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan semua kegiatan perbankan, finansial, komersial dan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Jadi kegiatan bank-bank Islam haruslah didasarkan atas :

  1. Larangan bunga pada semua bentuk transaksi
  2. Pelaksanaan aktivitas bisnis dan perdagangan atas dasar kejujuran dan keuntungan yang sah.
  3. Pemupukan dana serta menggunakannya di negara-negara Islam
  4. Pembinaan kebiasaan menabung di kalangan umat Islam
  5. Penataan aktivitas bisnis yang dapat diterima oleh umat Islam sesuai dengan syari’ah. Jadi dalam situasi bagaimanapun bank Islam langsung atau tidak langsung tidak berhubungan dengan bunga misalnya produksi, konsumsi atau distribusi minuman keras, perjudian, produksi daging babi dan kegiatan non Islam lainnya, spekulasi yang merugikan ekonomi masyarakat.
  6. Mengembangkan kompetisi
  7. Pembayaran Zakat
  8. Kerja sama dengan bank-bank Islam lainnya di luar negeri untuk mendorong pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial masyarakat muslim.

– Instrumen Finasial dalam Perbankan Islam

        1. Kemitraan (Musyarakah)

Yaitu adanya kesepakatan untuk mengerjakan proyek secara bersama-sama lalu berbagi keuntungan sesuai kesepakatan

        1. Pinjaman tanpa keikutsertaan dalam manajemen (Qirad)

Bank menyediakan modal sementara nasabah bertanggung jawab dalam manajemen. Sebagai imbalannya nasabah menerima proporsi yang disepakati dari keuntungan bersih.

        1. Kontrak Jual Ulang (Murabahah)

Bank membelikan sebuah barang lalu dijual kepada nasabah dengan keuntungan yang disepakati kedua belah pihak.

        1. Pinjaman Kebajikan (Qard Hasan)

Yaitu sutau pinjaman yang diberikan oleh Bank lalu nasabah mengembalikan sejumlah pinjamannya ditambah dengan hasil sekedar tambahan. Biasanya instrumen ini dalam transaksi antara negara dengan warganya yang kurang mampu.

        1. Leasing atau sewa peralatannya

Bank membelikan peralatan dan menyewakannya kepada nasabah.

        1. Takaful

Bank Islam bertindak sebagai perusahaan manajemen, menginvestasikan dana pada proyek-proyek yang halal.

        1. Penjualan Penyerahan Kemudian

Bank membeli barang tetentu yang diserahkan belakangan, tetapi membayar harganya segera, menjual barang yang akan disertakan belakangan.

– Permasalahan Bank Islam

1. Bank Islam cenderung mempertahankan rasio yang lebih tinggi antara uang tunai dengan simpanan dibandingkan bank non Islam

2. Persentase modal sendiri (equity) terhadap total aset lebih tinggi pada bank Islam dibandingkan bank non-Islam

3. Bank Islam menunjukkan rasio keuntungan yang lebih tinggi dari pada bank non-Islam

4. Bank Islam lebih efisien daripada bank non-Islam

Untuk melihat peran bank Syariah dalam fungsinya sebagai intermediasi Perbankan dapat dilihat pada skema dibawah ini :

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Secara filosofis, model ekonomi Islam memiliki prinsip pemerataan yang adil dalam distribusi hasil ekononi.

2. Model ekonomi Islam secara konsep sangat baik namun memerlukan penelitian dan kajian lebih lanjut dalam penerapannya.

3. Keuntungan yang ditarima Bank Islam lebih besar daripada Bank non Islam.

4. Model ekonomi Kapitalis dapat memberikan pertumbuhan ekonomi yang baik bagi pemilik modal (bagi sikaya) namun dapat membuat kesenjangan ekonomi yang sangat tajam bagi yang miskin (memilukan).

B. Saran

              1. Bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia sebaiknya dapat menerapkan model ekonomi Islam sebagai model alternatif pembangunan ekonomi rakyat terutama untuk masyarakat miskin, jangan hanya memakai sistem ekonomi kapitalis karena telah terbukti secara empiris nmenguntungkan pihak yang kaya (kaum kapitalis).

DAFTAR PUSTAKA

Antonio Safii Muhammad, M.Sc. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Bank Indonesia, Jakarta, 2000.

Keynes, J.M. The General Theory of Employment, Interest and Money, Harcourt Brace, New York, 1963.

METWALLY. M.M, Prof. DR., Teori dan Model Ekonomi Islam, PT. Bankit Daya Insana, Jakarta, 1995

————,Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta. Tahun 1995 s/d Desember 2001.

Siddiqi, M.N., “Rational of Islamic Bank”, International for Islamic Economic, Jeddah, 1981.

PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA

Ekonomi islam dalam tiga dasawarsa ini mengalami kemajuan yang pesat, baik dalam kajianakademis di perguruan tinggi maupun dalam praktek operasional. Dalam bentuk pengajaran, ekonomi islam telah dikembangkan di beberapa universitas baik di negara-negara muslim, maupun di negara-negara barat, seperti USA, Inggris, Australia, dan Iain-lain.

Dalam bentuk praktek, ekonomi islam telah berkembang dalam bentuk lembaga perbankan dan juga lembaga-lembaga islam non bank lainya. Sampai saat ini, lembaga perbankan dan lembaga keuangan islam lainya telah menyebar ke 75 negara termasuk ke negara barat (WASPADA online).

Di Indonesia, perkembangan pembelajaran dan pelaksanaan ekonomi islam juga telah

mengalami kemajuan yang pesat. Pembelajaran tentang ekonomi islam telah diajarkan di beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Perkembangan ekonomi islam telah mulai mendapatkan momentum sejak didirikannya Bank Muamalat pada tahun 1992. Berbagai Undang-Undangnya yang mendukung tentang sistem ekonomi tersebutpun mulai dibuat, seperti UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bahkan mendapat dukungan langsung dari bapak wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla.

Sejarah Berdirinya

Sebenarnya aksi maupun pemikiran tentang ekonomi berdasarkan islam memiliki sejarah yang amat panjang. Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri organisasi Syarikat Dagang Islam yang beranggotakan tokoh-tokoh atau intelektual muslim saat itu, serta ekonomi islam ini sesuai dengan pedoman seluruh umat islam di dunia yaitu di dalam Al-Qur’an yang mengatakan bahwa jika kamu akan bermuamalah, hendaklah kamu menuliskannya dengan benar, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakannya (apa yang akan dituliskan itu), dan janganlah orang itu mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika orang yang mengutang itu lemah akalnya atau lemah keadaanya atau tidak mampu mengimlakannya, maka hendaklah walinya yang mengimlakannya dengan jujur. Selain itu juga harus didatangkan dua orang saksi dari orang lelaki. Jika tidak ada maka boleh dengan seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu kehendaki, dan jangalah saksi itu enggan memberikan memberi keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah engkau jemu menulis utang itu baik kecil maupun besar sampai batas waktu pembayaranya. Kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai kamu, maka tak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskanya. Dan persaksikanlah apabila kau berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan (Q, S Al-Baqarah: 282).

Perkembangan ekonomi islam yang semakin marak ini merupakan cerminan dan kerinduan umat islam di Indonesia ini khususnya seorang pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara islami dan diridhoi oleh Allah swt. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam keikutsertaanya dalam perkembangan ekonomi islam dalam negeripun merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi awalan bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi islam di dalam negeri, juga sebagai pembaharuan ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan ekonomi islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia berdiri Bank Muamalat tahun 1992.

Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam atau Bank

Syariah malah bertambah semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan islam dan gerakan ekonomi islam di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Tantangan yang harus dihadapi

Namun selain itu sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara islami, ekonomi islam mendapat tantangan yang sangat besar pula. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi, yaitu: Pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuanganya. Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat meningkatkan dan menjamin atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan seluruh umat, dapat

menghapus kemiskinan dan pengangguran di Indonesia ini yang semakin marak, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri yang masih terpuruk dan dinilai rendah oleh negara lain. Dan yang ketiga, mengenai perangkat peraturan; hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional maupun dalam skala internasional. Untuk menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang tersebut yaitu organisasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia).

Organisasi tersebut didirikan dimaksudkan untuk membangun jaringan kerja sama dalam

mengembangkan ekonomi islam di Indonesia baik secara akademis maupun secara praktek. Dengan berdirinya organisasi tersebut, diharapkan agar para ahli ekonomi islam yang terdiri dari akademisi dan praktisi dapat bekerja sama untuk menjalankan pendapat dan aksinya secara bersama-sama, baik dalam penyelenggaraan kajian melalui forum-forum ilmiah ataupun riset, maupun dalam melaksankan pengenalan tentang sistem ekonomi islam kepada masyarakat luas. Dengan cara seperti itu, maka InsyaAllah segala ujian yang diberikan dapat dipikirkan dan ditemukan solusinya secara bersama sehingga pergerakannya bisa lebih efektif dalam pembangunan ekonomi seluruh umat.

Harus diakui bahwa perkembangan ekonomi islam merupakan bagian penting dari pembangunan ekonomi bangsa dan juga mayoritas muslim, bukan hanya sebuah gerakan sebagaimana penilaian dan pemikiran oleh sebagian orang yang sama sekali tidak paham tentang karakteristik ekonomi syari’ah.

Hikmah didirikannya ekonomi islampun sangat banyak, salah satunya praktek ekonomi islam ini mengajarkan pada kita bahwa perbuatan riba (melebih-lebihkan) itu adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah SWT dan mengajarkan pada kita agar menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu ekonomi islam juga sebagai wadah menyimpan dan meminjam uang secara halal dan diridhoi oleh Allah SWT.