Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘tentang zakat’ Category

LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT

Pengertian, Dasar Hukum, sejarah dan tujuan berdirinya

Pengertian Zakat

Zakat dari istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang – orang yang berhak. Legitimasi zakat sebagai kewajiban terdapat beberapa ayat dalam Al quran. Kata zakat dalam bentuk ma’rifat disebut 30 kali dalam Al qur’an, 27 diantaranya disebutkan dalam satu ayat bersama shalat dan sisanya disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat meskipun tidak dalam satu ayat. Diantara ayat tentang zakat yang populer adalah surat Al Baqarah ayat 110 : “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.”

Zakat merupakan perintah Allah SWT yang diwajibkan kepada orang-orang yang beriman dan mampu atas harta yang mereka miliki yang tentunya telah mencapai nishab yang ditentukan syara’ bertujuan semata-mata untuk mensucikan diri dan harta mereka yang dapat disalurkan ke alokasi-alokasi yang telah ditetapkan dalam Al-qur’an :

“ Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya untuk orang-orang faqir,orang-orang miskin, amil, para muallaf yang dibujuk hatinya,orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (At-taubah: 60)

“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (At-taubah: 103)

Dasar hukum

Dalam sebuah hadits tentang penempatan Muaz di Yaman. Nabi berkata : “ terangkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya.” Dalam beberapa ayat zakat diungkapkan dengan istilah sedekah. Sebenarnya sedekah berasal dari kata shidq yang berarti Benar. Qadhi Abu Bakar bin Arabi mempunyai pendapat yang sangat berharga tentang mengapa zakat dinamakan sedekah . ia menyebutkan kata sedekah berasal dari kata shidq, benar dalam hubungan denagn sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan.

Oleh karena itu , rasulullah bersabda , “ sedekah itu bukti “. Hadits ini bias dikategorikan sebagai sindiran kepada umat islam. Kebanyakan umat Islam membenarkan Al qur’an dan Al Hadits sebagai dasar hukum yang mengatur perilaku hidup muslim. Maka sedekah atau zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran – dengan keyakinan – dari umat Islam akan kebenaran Al qur’an dan Al Hadits.

Gerakan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat perlu didukung. Dukungan riil dari pemerintah sangat diperlukan sebagai justifikasi penerapan Undang – Undang ( UU ) No. 38 tahun 1998 tentang ketentuan pengelolaan zakat. Dalam bab I pasal 3 disebutkan bahwa : “ Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahiq, dan amil zakat. Begitu juga dalam bab III pasal 6 disebutkan : “Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah .”

Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1998 dengan Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1998 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi system pengumpulan zakat, barang-barang yang kenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat.

Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:

1) Benda logam yang terbuat dan emas seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.

2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.

3) Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing.

4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.

5) Hasil pertanian termasuk budak dan hewan.

6) Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.

7) Barang temuan.

Zakat dijadikan ukuran fiscal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan. Hal ini juga akan memberi keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya suatu siklus perdagangan yang membahayakan.

Pemungutan zakat dimasa Rasulullah dan khulafaurrasidin menjadi bukti arti penting bagi pembangunan Negara. Sehingga tidak ada bagi para ulama yang meragukan keefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian, zakat merupakan usaha yang sangat efektif, efisien dan mempunyai daya guna untuk meningkat kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan umat islam pada masa itu.

Dalam Bab II pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

Prinsip-prinsip Pengelolaan Zakat

Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :

a. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.

b. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsure pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan.

c. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.

d. Prinsip Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.

e. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mamu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu mengunggu bantuan dari pihak lain.

Zakat disalurkan menurut ketentuan disalurkan kepada tujuh golongan, yaitu:

1. Fakir dan miskin, termasuk didalamnya biaya penyantunan orang-orang miskin di lembaga-lembaga sosial, panti-panti asuhan dan lembaga modal bagi fakir miskin agar mereka dapat berusaha secara produktif.

2. Kelompok amil (petugas zakat), termasuk biaya-biaya administrasi dan personel badan atau organisasi amil itu serta aktivitas yang dilakukannya untuk meningkatkan kesadaran berzakat di masyarakat.

3. Kelompok muallaf (orang yang baru masuk islam). Selain itu, diadakan dana untuk membantu penyatunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam disediakan juga dana untuk membiayai lembaga dakwah agama.

4. Memerdekakan budak belian, ditambah pengertian lain yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang, dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, penijon dan rentenir.

5. Kelompok gharimin atau kelompok yang berutang. Orang atau lembaga Islam yang jatuh pailit atau mempunyai tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik dan sah menurut hukum.

6. Fisabilillah, termasuk segala keperluan peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian, penerbitan buku-buku, majalah ilmiah.

7. Ibnu Sabil, orang yang terputus bekal perjalanan, termasuk segala usaha guna membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa, dan biaya-biaya ilmiah.

Perkembangan Pengelolaan Zakat dibeberapa Negara Muslim

Di beberapa Negara Muslim telah banyak mengembangkan tentang pengelolaan zakat, supaya dana zakat lebih bermanfaat dan berguna untuk semua masyarakat. Untuk itu, + yang berlangsung di Jeddah membahas tentang zakat saham. Saham yang dianggap sebagai bagian prosentetif dari modal usaha, dirasa perlu untuk dikeluarkan zakatnya oleh para pemegang saham.

Pada Muktamar yang pertama, telah menetapkan bahwa zakat saham itu diikat berdasarkan posisi saham sebagai milik satu orang tertentu dengan prinsip penyatuan modal yang disebutkan dalam As Sunnah. Sebagian ulama mengqiyaskan tentang penyatuan zakat saham dengan zakat binatang ternak yang dikelola secara kolektif dan hal ini berlaku untuk semua jenis harta.

Sedangkan pada muktamar yang kedua, telah menelorkan pendapat yang sama pada mayoritas ulama. Mereka tidak mengacu pada prinsip penyatuan modal, tapi melihat masing-masing modal investasi secara terpisah. Dalam perusahaan-perusahaandimana beberapa orang ikut andil untuk menanamkan investasi tidaklah dilihat secara kolektif dari seluruh modal dan keuntungan usaha. Maka harus dilihat modal masing-masing investor dengan keuntungan yang terpisah.

Setelah meneliti berbagai kajian yang sampai ke lembaga yang berkaitan dengan zakat perusahaan, pada akhirnya memutuskan :

pertama : zakat wajib dikeluarkan dari saham-saham para pemegangnya. Zakat itu dapat dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan mereka, kalau sudah ditetapkan pada peraturan dasar perusahaan atau ada SK dari pihak perusahaan sendiri atau sudah menjadi undang-undang Negara. Maka pada saat itu perusahaan harus mengurus pengeluaran zakatnya.

Kedua : pihak perusahaan mengeluarkan zakat dari saham –saham yang ada seperti seorang mengeluarkan zakat dari harta pribadinya. Dalam artian perusahaan menganggap semua modal saham para investor seprti modal sendiri. Maka zakat itu dikeluarkan berdasarkan keberadaan itu sebagi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, berdasarkan nishabnya dan jumlah yang harus dikeluarkan serta berbagai hal lain yang dijadikan syarat dalam zakat pribadi pada umumnya.

Kontribusi Zakat bagi Perekonomian Umat

Mengapa zakat dapat memberi nilai tambah? Hal ini dapat dikomparasikan dengan ilmu dan hukum ekonomi yang disebut dengan nilai tambah (Added value). Teori tersebut menyatakan meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi lemah, pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan perdagangan yang juga dapat meningkatkan bagi pihak produsen. Maka dengan pemerataan distribusi harta yang berupa zakat yang diterima golongan ekonomi lemah, yang selanjutnya digunakan dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.

Demikian pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat, yang secara ekonomi harta zakat itu akan berputar secara simbiosis antara orang kaya dengan orang miskin, dengan hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya (gol. Ekonomi lemah) dan perekonomian suatu negara umumnya. Zakat dapat memberi efek positif dari berbagai pihak (multiplier effect) yang akan menumbuh suburkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Tujuan dari zakat bagi kepentingan masyarakat :

Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang solidaritas sosial di kalangan masyarakat

Menangulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana

Menutup biaya-biaya yang timbul akibat konflik.

Menyediakan sesuatu dana taktis dan khusus.

Jika kita tinjau dari aspek Perekonomian, bahwa tidak ada unsur-unsur zakat yang menjadikan masyarakat melarat. Bahkan kalau kita telusuri lebih dalam lagi, bahwa zakat mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang makmur dan mengurangi tingkat kemiskinan.

Sebenarnya zakat dari sector non-produktif menghasilkan dana zakat yang lebih besar dari pada sector produktif. Dengan besarnya zakat di sector non-produktif diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya ke sector produktif. Dengan mengalihkan dana ke sektor produktif, maka input produksi akan meningkat ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah factor produksi, seperti meningkatnya jumlah tenaga kerja.

Disamping dapat mempengaruhi aspek ekonomi, zakat juga dapat mempengaruhi sector pemberdayaan sumber daya manusia. Zakat memberikan kontribusi yang tak kalah besarnya dengan pajak. Dengan adanya zakat mental para mustahik diharapkan dapat biasa menjadi seorang yang lebih maju dan tidak bergantung pada belas kasih orang lain. Berikut efek dari dana zakat :

Bersifat Pemberdayaan Ekonomi

Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang

Mustahik punya potensi, skill, wirausaha

Bersifat Pemberdayaan SDM

Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang

Mustahik punya potensi: cerdas dan atau bakat ketrampilan

Prospek kendala dan Strategi pengelolaan Zakat

Saat ini peran lembaga pengelola zakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun masih banyak kendala-kendala. Diantaranya :

a. Masih banyak masyarakat yang memahami bahwa zakat bukan merupakan suatu kewajiban dan pelaksanaanya dapat dipaksakan.

b. Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga dijadikan legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.

c. Di Indonesia sudah banyak lembaga zakat, namun terasa lembaga ini kurang efektif untuk mengakomodasi sumber-sumber zakat.

d. Keberadaan UU zakat belum sepenuhnya diimplementasikan. Hal ini disebabkan struktur birokrasi pemerintahan yang kurabf akomodatif terhadap keberadaan system islam dalam membangun system ekonomi Negara.

Adapun untuk menutupi kekurangan tersebut, maka kita perlu strategi yang tepat supaya zakat dapat terkumpul dan tersalurkan dengan mudah dan tepat, diantaranya :

  1. Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya diwilayah keagamaan saja, tetapi zakat perlu disampaikan ditempat-tempat umum.
  2. Adanya peningkatan tentang pemahaman tentang zakat yang sebenarnya.sebab kurangnya pemahaman masyarakat tentang zakat, maka tidak hanya melalui pendekatan agama saja, tapi juga dengan pendekatan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
  3. Perlunya peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga zakat, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dapat diawali dari keadaan seperti ini.
  4. Keberadaan UU tentang zakat memberikan banyak peluang untuk mendirikan atau membuka lembaga zakat sebanyak-banyaknya. Setidaknya UU ini menjadi legitimasi bagi umat Islam dalam mengembangkan lembaga zakat.

Perbedaan Zakat Dengan Pajak

Antara zakat dan pajak terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah:

ZAKAT

PAJAK

  • Merupakan kewajiban agama dan merupakasuatu bentuk ibadah.
  • Diwajibkan kepada seluruh umat islam saja disuatu Negara.
  • Kewajiban agama bagi umat islam yang harus dibayar dalam keadaan seperti apapun.
  • Sumbar dan besar zakat ditentukan berdasarkan kitab suci al-Qur’an dan Sunnah dan tidak boleh diubah oleh seseorang maupun pemerintah.
  • Butir-butir pengeluaran dan orang-orang yang berhak menerima harta zakat juga dinyatakan oleh al-Qur’an dan Sunnah zaktat diperoleh dari orang berharta dan diterima kepada golongan yang ditentukan al-Qur’an dan al-Hadits.
  • Zakat dikenakan bukan terhadap uang saja tetapi juga terhadap barang-barang komersial, hasil pertanian, ternak, barang tambang, dan ornament.
  • Merupakan kebijakan ekonomi yang diterapkan untuk memperoleh pandapatan bagi pemerintah.
  • Dikenakan kepada seluruh masyarakat tanpa memepertimbangkan agama, maupun ras.
  • Dapat ditangguhkan oleh pemerintah yang berkuasa.
  • Besarnya pajak dapat diubah dari waktu ke waktu berdasarkan keperluan pemerintah suatu Negara.
  • Pembelanjaan pajak biasa dapat diubah atau dimodifikasi menurut kebutuhan pemerintah.
  • Pajak biasa memberikan manfaat kepada orang kaya sekaligus kepada orang miskin.
  • Pajak dikenakan terhadap uang.

Obyek zakat tidaklah sama dengan obyek pajak. Yang merupakan obyek zakat adalah harta kekayaan yang dimiliki seorang muslim yang sudah sampai pada nisabnya. Maka dia wajib untuk mengeluarkan sebagian dari harta tersebut dan memberikannya kepada orang-orang miskin atau mereka yang berhak menerimanya sesuai dengan syari’at.

Sedangkan yang menjadi obyek pajak adalah sesuai pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan tahun 2000 yang berbunyi : “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

HIKMAH ZAKAT

Dari berbagai hikmah zakat yang ada, beberapa hikmah zakat dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa.

2) Pilar amal jama’I antara aghniya dengan para mujahid dan da’I yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT .

3) Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.

4) Alat pembersih harta dan panjagaan dari ketamakan orang jahat.

5) Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.

6) Untuk pengembangan potensi umat.

7) Dukungan moral kepada orang yang baru masuk islam.

8) Menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.

9) Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhu’afa yang lemah papa dengan materi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

10) Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang miskin yang tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan kepada mereka, sementara disekitarnya orang-orang kaya berkehidupan cukup, apalagi mewah.

11) Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

12) Dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan islam yang yang berdiri atas prinsip-prinsip: ummatan wahidan (umat yang satu), musawah (persamaan derajat, hak, dan kewajiban), ukhuwah islamiyah (persaudaran islam), dan takaful ijli’ma (tanggung jawab bersama).

13) Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil serta serakah.

14) Zakat adalah ibadah amaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam dan pengikat persatuan umat dan bangsa.

15) Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir dan batin.

REFERENSI

Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, EKONISIA, Yogyakarta : Januari, 2003. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.

Prof. Dr. Abdullah al Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta : Maret, 2004. Cetakan I.

Drs. H.M. Djamal Doa. Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta, Nuansa Madani, Jakarta : Juli, 2001. Cetakan I.

Prof. H. A. Djahuli dan Drs. Yadi Janwari M.Ag. Lembaga – Lembaga Perekonomian Umat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta : September, 2002. Cetakan I.

KH. Abdullah Zaky Al Kaaf. Ekonomi dalam Perspektif Islam, CV. Pustaka Ceria, Bandung : Maret, 2002. Cetakan Pertama.

Read Full Post »